Sejarah Candi Kalasan Yogyakarta

 

Candi Kalasan


Pada kesempatan ini saya akan membahas mengenai sejarahnya Candi Kalasan, Meskipun memiliki corak Budha, Candi Kalasan merupakan candi yang dibuat dengan perpaduan corak kerajaan Budha dan Hindu. Candi Kalasan memiliki ciri yang cukup khas seperti candi budha lainnya di Indonesia, khususnya yang berada di Jawa Tengah atau pun Yogyakarta. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang sejarah pembangunan Candi Kalasan beserta keunikan bangunan serta reliefnya.

Pada masa kerajaan saat itu, umumnya seorang raja atau penguasa kerajaan lainnya membangun sebuah candi untuk beberapa tujuan, antara lain sebagai pusat kerjaan, tempat ibadah, tempat kegiatan belajar dan penyebaran agama atau pun sebagai tempat tinggal bagi para biarawan.

Sejarah pembangunan Candi Kalasan dapat kita temukan pada Prasasti Kalasan yang ditemukan tidak jauh dari ditemukannya lokasi candi tersebut. Prasasti tersebut ditulis di tahun Saka 700 atau 778 Masehi. Prasati Kalasan ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf pranagari. Dalam prasasti ini kita dapat mengetahui bahwa awal mula pembangunan Candi Kalasan berasal dari nasehat para pemuka agama di zaman wangsa Syailendra.


Pada masa itu, para pemuka agama menasehati Maharaja Tejapurnama Panangkarana untuk membangun tempat suci sebagai sarana pemujian Dewi Tara dan biara untuk para pendeta Budha. Maharaja Tejapurnama Panangkarana yang disebutkan pada prasati ini maksudnya adalah Rakai Panangkaran, yang tidak lain adalah putra Raja Sanjaya dari Kerajaan Hindu Mataram. Hal ini ketahui dari prasasti Raja Balitung di tahun 907 Masehi. Dalam sejarah Kerajaan Mataram kuno, diketahui bahwa Rakai Panangkaran akhirnya menjadi Raja Kerajaan Mataram Hindu yang kedua. Dari prasasti Kalasan pula kita mengetahui bahwa Candi Kalasan dibangun dari tahun 778 Masehi.

Dalam periode waktu 750-850 M, di wilayah Jawa Tengah bagian utara dikuasai oleh raja raja Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu. Sementara, di waktu bersamaam, kawasan selatan Jawa Tengah dikuasai oleh raja raja dari wangsa Syailendra yang beragama Budha. Perbedaan kekuasaan ini dapat terlihat dari corak corak candi yang terletak di Jawa Tengah bagian utara dan selatan. Meski begitu, wangsa Sanjaya dan wangsa Syailendra akhirnya bergabung melalui tali perkawinan. Pada saat itu, Rakai Pikatan, dari wangsa sanjaya menikah dengan Pramodawardhani, yang merupakan putra Maharaja Samarattungga dari wangsa Syailendra.

Rakai Panangkaran memilih Desa Kalasan untuk dijadikan lokasi pembuatan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara. Desa Kalasan juga dijadikan tempat untuk membangun biara yang saat itu diminta oleh pendeta Buddha. Diketahui bahwa patung Dewa Tara semula berdiri di Candi Kalasan, sehingga membuat sejarahwan untuk menyimpulkan bahwa Candi Kalasan adalah candi yang digunakan sebagai tempat suci Dewi Tara. Meski begitu, patung Dewi Tara sudah tidak berada pada Candi Kalasan. Sementara tempat yang diduga sebagai biara bagi pendeta Budha adalah Candi Sari. Candi Sari ini terletak tidak jauh dari Candi Buddha.